Pengaruh Pemodal Terhadap Sepakbola
Modern football tak lagi membuat pertandingan sepakbola sekedar urusan taktik, 2 x 45 menit, 11 vs 11 pemain tetapi kini kapital atau permodalan juga memainkan peranan penting. Pemilik modal kini berkeinginan untuk memainkan peranannya di dalamnya.
Pemilik modal
kini tak hanya melirik sektor industri guna
menambah pundi-pundi kekayaan, tapi telah merambah sektor olahraga seperti
sepak bola. Investor meyakini sepak bola mampu memberikan keuntungan yang sangat
besar. Tak dipungkiri hal tersebut terjadi karena sebagian besar populasi dunia
menggemari sepak bola.
English Premier League atau
Liga Utama Inggris merupakan liga yang sangat mencuri perhatian pemilik modal
sehingga membuat mereka berani “menancapkan
taringnya” di negeri Ratu Elizabeth ini. Menyadari
banyaknya yang menggemari sepak bola khususnya Liga Utama
Inggris membuat pemilik modal berani menginvestasikan kekayaanya dengan membeli
saham klub-klub yang tergabung di Liga Utama Inggris.
Manchester
United, Manchester City, Arsenal, Chelsea, Liverpool bahkan klub medioker Fulham merupakan beberapa
klub yang telah dimiliki pemodal.
Berdasarkan reputasi dan sejarah klub yang mendunia tentunya mereka melihat hal tersebut dapat dijadikan komoditi yang dapat
diperdagangkan kepada penggemar klub tersebut
yang tersebar di berbagai negara.
Semakin
banyaknya konsumen maka semakin besar keuntungan yang akan diraih. Konsep
tersebut bila diterapkan pada sepak bola maka semakin
banyaknya penggemar klub sepak bola semakin besar pula
keuntungan yang akan diraih nantinya.
Bahkan di Argentina,
sepak bola merupakan sebuah candu yang melebihi dari sebuah agama. Negara
yang berada di kawasan Amerika Selatan itu mempunyai
kepercayaan yang menjadikan Diego Armando Maradona
sebagai Tuhan mengingat jasanya mengantarkan Argentna menjuarai Piala Dunia
1986 di Meksiko.
Pemilik modal
yang berasal dari Eropa, Asia dan Amerika Serikat berusaha memilki saham di
klub Liga Utama Inggris seperti yang dilakukan oleh Roman Abramovich dengan
mengambil kepemilikan klub Chelsea. Malcolm Glazer asal Amerika Serikat yang
sebelum telah memilki saham di klub American Football turut
mengambil alih kepemilikan klub Liga Utama Inggris. Sheik Mansour asal Uni Emirat
Arab juga berinvestasi dengan mengambil kepemilikan saham di Manchster City mengingat tergiurnya poundsterling yang akan
diraih saat memiliki klub di Inggris.
Namun hal tersebut bukannya tanpa pertentangan. Seperti apa yang diungkapkan
oleh Sir
Alex Ferguson, pendukung setia Partai Buruh dan juga eks manager Manchester United. Sir Alex sempat
mengatakan bahwa “ancaman” kapitalisme dapat membunuh sepak bola Inggris. Sir
Alex Ferguson lebih lanjut mengatakan bahwa sejarah dan tradisi panjang yang dimiliki
klub-klub Inggris merupakan sebuah nilai yang sangat berharga. Maka bila sebuah
olahraga sudah dicampur-adukkan
dengan bisnis dikhawatirkan nilai-nilai spirit kompetisi akan hilang karena
kepemilikan klub yang telah diambil alih oleh pemilik modal lebih mementingkan
sektor bisnis daripada nilai-nilai kompetisi tersebut.
Maka pecinta
sepak bola Liga Utama Inggris yang jumlah ratusan juta orang diseluruh dunia
dapat dijadikan konsumen guna meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Terlebih
sepak bola menjadi sebuah kebanggan bagi pecinta sepak bola. Sepak bola di era
modern tidak lagi hanya sebuah olah raga tetapi telah mengalami pergeseran
nilai menjadi sebuah prestise atau
identitas bagi pecinta sepak bola itu sendiri.
Berkat nilai
gengsi maka pecinta sepak bola tak segan-segan merogoh
koceknya
demi memilki nilai gengsi tersebut karena mendukung sebuah klub yang popular.
Pecinta sepak bola terhipnotis dengan teknik pemasaran yang dilakukan klub-klub
Inggris dengan menyaksikan laga pertandingan klub Inggris yang harga tiket
pertandingannya mencapai jutaan rupiah, berlanggangan hak siar pertandingan dan
juga membeli atribut klub itu sendiri yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Pecinta sepak
bola kini menikmati sepak bola tidak hanya sekedar olahraga tapi juga membeli dan mengkonsumsi “tanda-tanda” yang melekat di klub
Inggris tersebut sebagai sebuah kebanggaan. Pecinta sepak bola tidak sadar
telah menjadi komoditi pemilik modal untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Pecinta sepak bola tertipu oleh wacana-wacana yang dihembuskan sehingga mengalami sebuah kecintaan yang
berlebihan, kesadaran palsu atau false consciousness.
Comments
Post a Comment